Kamis, 23 April 2015

PERTAHANAN POLITIK DAN MULTI STAKEHOLDER GOVERNANCE

Great Depression

Dalam ekonomi makro, resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi) dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: “sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.”
Peristiwa Great Depression adalah jatuhnya pasar saham. Antara bulan September 1929 dan Juni 1932, pasar saham jatuh sebesar 85 persen, yang berarti saham-saham seharga $1.000 di masa puncak pasar saham tinggal seharga $150 di masa sulit pasar di tahun 1932. Depresi dan jatuhnya pasar saham banyak dianggap sebagai hal yang sama. Kenyataannya, perekonomian mulai menurun pada bulan Agustus 1929, sebelum pasar saham runtuh, dan terus turun hingga 1933. Antara tahun 1929 dan tahun 1932, PNB jatuh hingga hampir 30 persen dan tingkat pengangguran naik dari 3 ke 25 persen. Hingga awal 1931, perekonomian menderita akibat adanya depresi yang amat parah, tetapi itu bukanlah satu-satunya pengalaman yang terjadi pada abad yang lalu. Pada periode sejak awal 1931 hingga Franklin Roosevelt menjadi presiden di bulan Maret 1933 depresi tersebut menjadi “Great”. Hal yang utama, Great Depression diingat karena dampak pengangguran massalnya. Selama 10 tahun, dari 1931 hingga 1940, tingkat pengangguran rata-rata 18,8 persen, bergerak antara 14,3 persen di tahun 1937 dan 24,9 persen di tahun 1933. Sebaliknya, tertinggi pada masa pasca Perang Dunia II, terjadi pada tahun 1982, hanya di bawah 11 persen. Investasi kolaps saat Great Depression; sesungguhnya, investasi neto negatif dari tahun 1931 hingga 1935. Indeks harga konsumen turun hampir 25 persen dari tahun 1929 hingga 1933.
Mungkin inilah krisis keuangan (crash) terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Crash ini telah memicu terjadinya depresi yang berkepanjangan. Pecahnya bubble yang menandai berakhirnya masa kemakmuran era 1920-an memberikan konsekuensi yang sangat berat bagi rakyat AS. Crash ini tidak hanya membawa korban dari kalangan investor di bursa saham semata, namun masyarakat AS pada umumnya turut menjadi korban. Saat depresi dimulai, sedikitnya jumlah pekerjaan yang tersedia serta sedikitnya jumlah uang yang dimiliki menjadi permasalahan yang menyebar ke seluruh pelosok negeri. Ribuan keluarga kehilangan rumahnya dan bergantung pada kebaikan hati sanak keluarga mereka yang lain. Perubahan sosial yang terjadi sangat besar dan berlangsung sangat lama. Salah satu dampak sosial dari krisis tersebut adalah perubahan struktur peranan masing-masing anggota keluarga. Pandangan tradisional bahwa hanya laki-laki yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga menjadi berubah karena sangat sulit untuk mencari lapangan perkerjaan. Istri dan anak-anak pun terpaksa bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan peran ini menyebabkan kerusakan keluarga sehingga mereka menjadi bingung dan frustasi. Banyak sekali pasangan suami-istri yang bercerai. Anak-anak dititipkan ke sanak famili sedangkan ayah dan ibunya bekerja mencari nafkah.

Aspek Internasional
Great Depression secara virtual terjadi di seluruh dunia. Dilihat lebih luas, ini merupakan akibat dari kolapsnya sistem keuangan internasional. Hal itu juga disebabkan dari adopsi mutual oleh banyak negara ( termasuk Amerika Serikat ) mengenai kebijakan tarif tinggi, yang dimaksudkan untuk menolak barang luar negeri agar dapat melindungi produsen domestik.
Kebijakan itu dikenal sebagai strategi ”beggar-thy-neighbor” karena berusaha “mengekspor” pengangguran dengan meningkatkan posisi dagang satu negara sehingga permintaan atas barang-barangnya menjadi beban mitra daganganya. Dan, tentu jika setiap negara menghalangi barang asing masuk, volume perdagangan menurun, memberikan pengaruh kontraksioner pada perekonomian dunia. merekam penurunan produksi dunia dan dalam perdagangan internasional.
Hampir semua negara menderita depresi yang dalam ditahun 1930-an, namun beberapa negara berada dalam kondisi lebih baik dari Amerika Serikat. Swedia memulai kebijakan ekspansioner di awal tahun 1930-an dan mengurangi tingkat penganggurannya dengan cepat pada pertengahan kedua dekade itu. Perekonomian Inggris menderita tingkat pengangguran yang tinggi di tahun 1920-an dan 1930-an. Di tahun 1931, Inggris meninggalkan standar emas dilanjutkan dengan mendevaluasi poundsterling dan melakukan beberapa improvisasi. Jerman tumbuh dengan cepat setelah Hitler berkuasa dan meningkatkan belanja pemerintah. Cina lolos dari depresi hingga setelah tahun 1931 secara esensial karena memiliki sistem nilai tukar mengambang.
Di tahun 1939, PNB riil di Amerika Serikat naik melebihi tingkat tahun 1929 untuk pertama kalinya dalam dekade tersebut. Tetapi berhenti pada tahun 1942, setelah Amerika Serikat secara formal terlibat dalam Perang Dunia II, dimana tingkat pengangguaran akhirnya turun dibawah 5 persen.

Dampak pada Perekonomian Secara Keseluruhan
Krisis keuangan global terus menjadi pukulan hebat bagi kebanyakan perusahaan. Kemerosotan ekonomi awal, yang terburuk sejak Depresi Besar, telah mempengaruhi hampir semua sektor ekonomi. Berdasarkan hasil survei, timbul pertanyaan bahwa, "sesiap apakah atau bagaimanakah kesiapan perusahaan anda dalam menghadapi perubahan di lingkungan ekonomi global mulai 18 bulan yang lalu? hanya satu responden menunjukkan "Benar-benar siap." Hanya 22 persen dari responden menyatakan bahwa organisasi mereka setidaknya agak siap untuk penurunan. Sebaliknya 32 persen responden menunjukkan bahwa organisasi-organisasi mereka secara substansial atau sama sekali tidak siap. Seluruh responden, paling tidak perubahan yang diharapkan adalah kecepatan, tingkat keparahan dan durasi penurunan.
Responden survei kami bertanya apa yang akan mereka lakukan secara berbeda dalam krisis masa depan didasarkan pada pengalaman organisasi mereka selama paling baru siklus perencanaan strategis. Daerah yang paling sering dikutip perbaikan meliputi Memperkuat pemikiran strategis tempat lebih menekankan pada skenario perencanaan, analisis tren dan klien / pasar mendengarkan. Institut siklus perencanaan strategis: membuat proses lebih teratur dan penting dalam organisasi. Membuat sambungan ke sumber daya yang lebih kuat alokasi: memastikan bahwa rencana strategis mengalokasikan sumber daya dan menyambung ke anggaran. Meningkatkan keterlibatan kepemimpinan yang lebih visibilitas dan keterlibatan langsung dalam proses perencanaan strategis oleh para pemimpin senior. Kesempatan untuk perbaikan mereka menyebutkan konsisten dengan temuan kami yang lebih umum. penurunan menyarankan bahwa organisasi akan mendapat manfaat dari alat-alat yang dapat membantu organisasi untuk membaca sinyal lingkungan tentang tren masa depan. Selain itu, perencanaan yang menghubungkan langsung ke sumber daya dan tolok ukur kinerja, dan memiliki kepemimpinan yang lebih langsung terlibat dalam proses diterima dengan baik cara-cara untuk mendorong sebuah organisasi pelukan perencanaan strategis.

Kebijakan Pasca Great Deperession
Kejatuhan persediaan uang merupakan sebagian akibat dari kegagalan bank-bank berskala besar. Bank mengalami kegagalan karena mereka tidak dapat memiliki cadangan yang cukup guna memenuhi penarikan tunai nasabahnya., dan dalam kesulitan itu mereka memakan depositnya sehingga mengurangi persediaan uang. Tetapi kegagalan menjadi lebih parah dari kurangnya persediaan uang, karena mereka menjadi kehilangan kepercayaan dari sebagian depositor dan meningkatkan rasio mata uang-deposito yang dibutuhkan. Lebih jauh lagi, bank yang belum mengalami kegagalan bersiap-siap dari kemungkinan terjadinya bank run dengan meningkatkan cadangan relatif terhadap depositnya.
Kenaikan rasio mata uang-deposit dan rasio cadangan-deposit mengurangi pengganda uang (money multiplier) sehingga dengan cepat jumlah uang beredar mengalami kontraksi.
The Fred mengambil langkah untuk menangani kejatuhan jumlah uang beredar. Selama beberapa bulan di tahun 1923 the Fred menjalankan program pembelian pasar terbuka, tetapi disisi lain The Fed setuju menutup bank-bank dan tentu gagal bertindak dengan semangat mencegah kolapsnya sistem keuangan. Kebijakan fiskal juga lemah. Keinginan para politikus untuk menyeimbangkan anggaran cukup menyulitkan, dan kandidat-kandidat presiden mengkampanyekan adanya program anggaran berimbang. Keyakinan menyeimbangkan anggaran lebih dari sekedar retorika, apapun, karena pemerintah negara bagian dan daerah meningkatkan pajak untuk menutupi pengeluaran mereka, seperti yang dilakukan oleh pemerintah federal, khususnya di tahun 1932 dan 1933. Presiden Roosevelt mencoba dengan serius menyeimbangkan anggaran bukan Keynesian. Surplus full employment menunjukkan kebijakan fiskal (gabungan pemerintah negara bagian, daerah, dan federal) paling ekspansioner di tahun 1931 dan bergerak ke tingkat kontraksioner dari tahun 1932 hingga 1934. Faktanya, surplus full employment enjadi positif di tahun 1933 dan 1934, meskipun terjadi defisit aktual. Tentu, konsep surplus full employment belum diperkenalkan di tahun 1930-an. Aktivitas ekonomi mengalami pemulihan pada periode dari 1933 hingga 1937, dengan kebijakan fiskal yang menjadi lebih ekspansioner dan persediaan uang tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan persediaan uang berdasarkan pada arus masuk emas dari Eropa. Hal ini menyebabkan tersedianya uang berdaya tinggi (high-powered money) untuk sistem moneter. Dan di tahun 1930-an itu the Fed memiliki cadangan emas paling besar.

 Pengaruh Langsung terhadap Perekonomian Indonesia
Krisis moneter di Amerika Serikat kali ini menumbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari kepanikan investor dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar saham. Mereka ramai-ramai menjual saham sehingga bursa saham terjun bebas. Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% (sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementara pasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.
Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang minta kredit kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini berarti bahwa bank-bank yang tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank menjadi kekeringan likuiditas, sedangkan bank-bank yang termasuk kategori investment bank atau hedge fund tidak mendapatkan uangnya dari penabung individual, tetapi dari bank-bank komersial atau sesama investment bank atau sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah kekeringan likuiditas.
Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.

KESIMPULAN
Peristiwa Great Depression adalah jatuhnya pasar saham. Antara bulan September 1929 dan Juni 1932, pasar saham jatuh sebesar 85 persen, yang berarti saham-saham seharga $1.000 di masa puncak pasar saham tinggal seharga $150 di masa sulit pasar di tahun 1932. Depresi dan jatuhnya pasar saham banyak dianggap sebagai hal yang sama.
Great Depression yang terjadi pada tahun 1929 yang berdampak terhadap perekonomian di seluruh dunia, menjadi satu bukti bahwa sistem kapitalis yang selama ini menjadi lokomotif pergerakan eknomi dunia, sudah dinilai gagal dalam menicptakan tatanan ekonomi dunia baru yang lebih adil, seimbang dan mampu memberikan kesejahteraan bagi penduduk bumi. Dan menurut sistem ekonomi islam untuk menuju sistem ekonomi dan keuangan yang kuat adalah dengan segera membangun system ekonomi dan keuangan Islam yang terintegrasi. Baik perbankan, pasar modal dan institusi keuangan syariah lainnya, dan perdagangan barang dan jasa. Kita membutuhkan penguatan pendanaan dan peran Islamic Development Bank (IDB), sebagai World Bank-nya dunia Islam. Selain itu kita juga membutuhkan Dana Moneter Islam Internasional (semacam IMF), yang skema pembiayaanya bebas bunga. Dengan demikian integrasi sistem perekonomian akan semakin kokoh.