Minggu, 03 November 2013

PERPAJAKAN




KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan ridhoNya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf dan salah.
          Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah makalah ini telah selesai disusun dengan memanfaatkan sumber-sumber referensi yang saya peroleh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan lebih bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami sebagai tim penyusun.



Bekasi , Oktober 2013


Penyusun











BAB I
PENDAHULUAN

 Latar Belakang

            Pajak adalah iyuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.
Pengetian pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof Dr Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
2. Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang)
(dapat dipaksakan  dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. (oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der Belastingen, 1951).

Ciri-Ciri Pajak :

• Pengalihan kekayaan dari masyarakat kepada negara.
• Dapat dipaksakan (berdasarkan UU dan aturan pelaksanaannya).
• Dipungut berulang-ulang atau sekaligus.
• Tidak ada kontraprestasi secara langsung.
• Dipungut oleh negara.
• Diperuntukkan untuk pengeluaran Pemerintah dan tujuan lain.


Fungsi Pajak :

Tugas pajak terdapat 4 fungsi pajak :

1) Fungsi budgeter : mengisi anggaran
2) Fungsi regulerend : mengatur anggaran
3) Fungsi demokrasi : membayar pajak
4) Fungsi distribusi : yang kaya membayar pajak 1 buah besar dari yang miskin

I. Perbedaan Pajak Dengan Pungutan Lain
* Pungutan Lain

a) Retibusi : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
b) Iuran : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa atau fasilitas yang disediakan oleh negara untuk sekelompok orang.
c) Sumbangan : biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak boleh dikeluarkan dari kas umum karena tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya, melainkan hanya sebagian tertentu saja.

Perbedaan Pajak dengan Pungutan Lain

PAJAK Pungutan Lain

- merupakan iuran rakyat
- pembayaran oleh individu
- dapat dipaksakan (dengan UU)
- tidak dapat dipaksakan
- tidak ada kontraprestasi langsung
- ada kontraprestasi langsung

Tujuan Pajak secara umum adalah :

- menciptakan keadilan
- meningkatkan pemerataan
- bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kenegaraan

Pendekatan Pajak

Ada 4 segi pendekatan dalam mempelajari pajak yaitu :

1. segi ekonomi (berhubungan dengan penghasilan, pola konsumsi, harga pokok, permintaan, penawaran, dll).
2. segi pembangunan (berhubungan dengan adanya tabungan pemerintahan untuk pembangunan dari pembayaran pajak, fiscal policy).
3. segi penerapan praktis (berhubungan dengan siapa yang dikenakan pajak, apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana mengenakan, dsb).
4. segi hukum (berhubungan dengan perikatan, hak dan kewajiban dengan perikatan, hak dan kewajiban, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek hukum, utang pajak, pengenaan sanksi perpajakan, penagihan pajak, dsb). 


HUKUM PAJAK

            Hukum Pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemrintah untuk mengambil kekayaan seseorang/masyarakat dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara. 
Yang diatur dalam hukum pajak diantaranya :
- subyek pajak : masyarakat
- obyek pajak : apa yang harus dipajaki
- tarif pajak : sebanyak/sebesar apa harus dibayar
- kewajiban masyarakat : kenapa ada kewajiban karena ada hak
- cara pengenaan pajak : langsung/tidak langsung
- cara penagihan pajak : berdasarkan UU penagihan pajak

Hukum pajak menyangkut 2 pihak :

1) Pemerintah
2) Masyarakat

Tugas Hukum Pajak

Menelah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan tersebut.

Kedudukan Hukum Pajak Dalam Tata Hukum
• Hukum Publik disebut juga sebagai Hukum Negara
• Hukum Pajak disebut juga sebagai Hukum Fiskal

Hubungan Antara Hukum Pajak Dengan :

1. Hukum Perdata
2. Hukum Pidana
Berlaku : “Lex Specialis deroget Lex generalis”. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana Pembagian Hukum Pajak

Hukum Pajak terdiri atas 2 bagian :

1. Hukum Pajak Formal : norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan peristiwa yang harus dikenakan pajak (mendukung) pelaksanaan hukum pajak material).
2. Hukum Pajak Material : hukum pajak yang memuat subjek pajak, objek pajak, tarif pajak.


SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh :
* Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tariff menjadi 2 macam tarif.
* Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
* Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).


TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :

1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
* Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
* Unsur subjektif, dengan memperlihatkan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

Contoh deskripsi untuk teori no. 3:

Tuan A Tuan B ------------------------------------------------------------------------------------- Penghasilan / bulan Rp 2 juta Rp 2 juta Status menikah bujangan Dengan 3 anak
Secara objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya.
Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.

4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.



PENGELOMPOKAN PAJAK

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai


2. Menurut sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.


3. Menurut lembaga pemungutnya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

a. Stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).


b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel campuran

stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.


2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri.

3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib Pajak Bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.



b. Self Assesment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.


c. With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.


TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1. Pembayaran,
2. Kompensasi,
3. Daluwarsa,
4. Pembebasan dan penghapusan.


HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :

1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Besarnya antara lain :
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan


Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. (oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der Belastingen, 1951).










DAFTAR PUSTAKA