BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pasar Monopoli adalah
suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga
barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga
memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga
terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau
membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
1.2. RUMUSAN MASALAH
·
Pengertian monopoli
·
Azas dan Tujuan
·
Kegiatan yang Dilarang
·
Hal-Hal yang
Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
·
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU)
·
Sanksi
BAB
II
PEMBAHASAN
Anti Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pengertian
Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar
dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai
subtitusi sempurna. Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi
kurva permintaan industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti
monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya
juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang
artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”.
Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999
memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli )
Azas dan Tujuan
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
· Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
· Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
· Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
· Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan
menurut pasal 33 ayat 2.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya.
Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
· Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan
pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari
mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
· Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi
pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
· Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
· Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
· Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
· Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
· Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
· Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
· Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi
harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
· Trust: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
· Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih
pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
· Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau
jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan
atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
· Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak
yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu
· Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5
Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu
Pasal 50
perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual
seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri,
rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba;
perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa
yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan
untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telah diperjanjikan;
perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau
perbaikan standar hidup masyarakat luas;
perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang
tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk
melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang
berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh
Pemerintah.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah
sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat
Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan
perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga,
diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing,
pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak
luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi
dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat
menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan
yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se
illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule
of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak
yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
· Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi
produsen sebagai price taker
· Keragaman produk dan harga dapat memudahkan
konsumen menentukan pilihan
· Efisiensi alokasi sumber daya alam
· Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga
tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
· Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena
produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
· Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara
kualitas maupun biaya produksi
· Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku
usaha menjadi lebih banyak
· Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang
KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil
penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja
yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti
Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal
9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27,
dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus
miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)
bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai
dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26
Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (
lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima)
bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48
dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
pencabutan izin usaha; atau larangan kepada pelaku usaha yang
telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh
lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan
penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar