KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan ridhoNya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf dan salah.
Pada kesempatan kali ini, alhamdulillah makalah ini telah selesai disusun dengan memanfaatkan sumber-sumber referensi yang saya peroleh. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan lebih bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi kami sebagai tim penyusun.
Bekasi , Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pajak adalah iyuran wajib yang
dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi
pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung.
Pengetian
pajak menurut bebetapa ahli :
1.Prof
Dr Adriani
Pajak
adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan, yang terutang oleh wajibpajak
membayarnya menurut peraturan derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat
ditunjuk secara langsung.
2.
Prof. DR. Rachmat Sumitro,SH
Pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke
sector pemerintah berdasarkan undang-undang)
(dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi)yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
Lembaga
Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan
salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).
Pajak
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan
yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran Pemerintah.
(oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der Belastingen, 1951).
Ciri-Ciri Pajak :
•
Pengalihan kekayaan dari masyarakat kepada negara.
•
Dapat dipaksakan (berdasarkan UU dan aturan pelaksanaannya).
•
Dipungut berulang-ulang atau sekaligus.
•
Tidak ada kontraprestasi secara langsung.
•
Dipungut oleh negara.
•
Diperuntukkan untuk pengeluaran Pemerintah dan tujuan lain.
Fungsi Pajak :
Tugas
pajak terdapat 4 fungsi pajak :
1)
Fungsi budgeter : mengisi anggaran
2)
Fungsi regulerend : mengatur anggaran
3)
Fungsi demokrasi : membayar pajak
4)
Fungsi distribusi : yang kaya membayar pajak 1 buah besar dari yang miskin
I. Perbedaan Pajak Dengan Pungutan
Lain
*
Pungutan Lain
a)
Retibusi : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan
jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
b)
Iuran : pungutan yang dilakukan oleh negara sehubungan dengan penggunaan
jasa-jasa atau fasilitas yang disediakan oleh negara untuk sekelompok orang.
c)
Sumbangan : biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu, tidak
boleh dikeluarkan dari kas umum karena tidak ditujukan kepada penduduk
seluruhnya, melainkan hanya sebagian tertentu saja.
Perbedaan
Pajak dengan Pungutan Lain
PAJAK
Pungutan Lain
-
merupakan iuran rakyat
-
pembayaran oleh individu
-
dapat dipaksakan (dengan UU)
-
tidak dapat dipaksakan
-
tidak ada kontraprestasi langsung
-
ada kontraprestasi langsung
Tujuan
Pajak secara umum adalah :
-
menciptakan keadilan
-
meningkatkan pemerataan
-
bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan kenegaraan
Pendekatan
Pajak
Ada
4 segi pendekatan dalam mempelajari pajak yaitu :
1.
segi ekonomi (berhubungan dengan penghasilan, pola konsumsi, harga pokok,
permintaan, penawaran, dll).
2.
segi pembangunan (berhubungan dengan adanya tabungan pemerintahan untuk
pembangunan dari pembayaran pajak, fiscal policy).
3.
segi penerapan praktis (berhubungan dengan siapa yang dikenakan pajak, apa yang
dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana mengenakan, dsb).
4.
segi hukum (berhubungan dengan perikatan, hak dan kewajiban dengan perikatan,
hak dan kewajiban, subyek pajak dalam hubungannya dengan subyek hukum, utang
pajak, pengenaan sanksi perpajakan, penagihan pajak, dsb).
HUKUM PAJAK
Hukum Pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemrintah untuk mengambil kekayaan seseorang/masyarakat dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.
Yang
diatur dalam hukum pajak diantaranya :
-
subyek pajak : masyarakat
-
obyek pajak : apa yang harus dipajaki
-
tarif pajak : sebanyak/sebesar apa harus dibayar
-
kewajiban masyarakat : kenapa ada kewajiban karena ada hak
-
cara pengenaan pajak : langsung/tidak langsung
-
cara penagihan pajak : berdasarkan UU penagihan pajak
Hukum
pajak menyangkut 2 pihak :
1)
Pemerintah
2)
Masyarakat
Tugas Hukum Pajak
Menelah
keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak,
merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan
peraturan-peraturan tersebut.
Kedudukan
Hukum Pajak Dalam Tata Hukum
•
Hukum Publik disebut juga sebagai Hukum Negara
•
Hukum Pajak disebut juga sebagai Hukum Fiskal
Hubungan
Antara Hukum Pajak Dengan :
1.
Hukum Perdata
2.
Hukum Pidana
Berlaku
: “Lex Specialis deroget Lex generalis”. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum
Pidana Pembagian Hukum Pajak
Hukum
Pajak terdiri atas 2 bagian :
1.
Hukum Pajak Formal : norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan dan
peristiwa yang harus dikenakan pajak (mendukung) pelaksanaan hukum pajak
material).
2.
Hukum Pajak Material : hukum pajak yang memuat subjek pajak, objek pajak, tarif
pajak.
SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK
Agar
pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.
Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai
dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan
pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.
Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di
Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini membeirkan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3.
Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan
tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga
tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.
Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Sesuai
fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah
dari hasil pemungutannya.
5.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem
pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
Contoh
:
*
Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tariff menjadi 2 macam tarif.
*
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
*
Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun
perseorangan (orang pribadi).
TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG
PEMUNGUTAN PAJAK
Atas
dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori
yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah :
1.
Teori Asuransi
Negara
melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena
itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.
Teori Kepentingan
Pembagian
beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan)
masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin
tinggi pajak yang harus dibayar.
3.
Teori Daya Pikul
Beban
pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai
dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatan yaitu :
*
Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
*
Unsur subjektif, dengan memperlihatkan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
Contoh
deskripsi untuk teori no. 3:
Tuan
A Tuan B -------------------------------------------------------------------------------------
Penghasilan / bulan Rp 2 juta Rp 2 juta Status menikah bujangan Dengan 3 anak
Secara
objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan
yang sama besarnya.
Secara
subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.
4.
Teori Bakti
Dasar
keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa
pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5.
Teori Asas Daya Beli
Dasar
keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan.
PENGELOMPOKAN PAJAK
1.
Menurut golongannya
a.
Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh
: Pajak Penghasilan
b.
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh
: Pajak Pertambahan Nilai
2.
Menurut sifatnya
a.
Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh
: Pajak Penghasilan.
b.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh
: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.
Menurut lembaga pemungutnya
a.
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh:
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b.
Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak
Daerah terdiri atas :
a.
Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), contoh: Pajak Hotel dan Restoran (pengganti Pajak Pembangunan I), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1.
Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a.
Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan
pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya
baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan
kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan riil diketahui).
b.
Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan
pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya,
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada
awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk
tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.
Stelsel campuran
stelsel
ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal
tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir
tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya
pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka
Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
2.
Asas Pemungutan Pajak
a.
Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara
berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari
luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b.
Asas sumber
Negara
berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c.
Asas kebangsaan
Pengenaan
pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing
di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia
yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar
negeri.
3.
Sistem Pemungutan Pajak
a.
Official Assesment System
Adalah
suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
Ciri-cirinya :
1)
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2)
Wajib Pajak Bersifat pasif.
3)
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.
Self Assesment System
Adalah
suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Ciri-cirinya :
1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
3) fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c.
With Holding System
Adalah
suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan
fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak
selain fiskus dan Wajib Pajak.
TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada
dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1.
Ajaran Formil
Utang
pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran
ini diterapkan pada official assessment system.
2.
Ajaran Materiil
Utang
pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena
suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1.
Pembayaran,
2.
Kompensasi,
3.
Daluwarsa,
4.
Pembebasan dan penghapusan.
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan
terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1.
Perlawanan pasif
Masyarakat
enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a.
Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b.
Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c.
Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.
Perlawanan aktif
Perlawanan
aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada
fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Besarnya
antara lain :
a.
Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar
undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. (oleh Prof Dr PJA Adriani – Univ. Amsterdam).
Pajak
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan
yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual, maksudnya untuk membiayai pengeluaran Pemerintah.
(oleh Prof Dr MJH Smeets – De Economische Betekenis der Belastingen, 1951).
DAFTAR PUSTAKA